COWASJP.COM – Empat dari lima mantan wartawan dan karyawan Jawa Pos yang dipanggil, hadir di ruang pemeriksaan Dirreskrimsus Polda Jatim, Rabu 22/5/2025.
Mereka yang hadir ialah Surya Aka Syahnagra (mantan wartawan investigasi dan Direktur JTV), Dhimam Abror Djuraid (mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos), Ali Murtadlo (Redaktur Metropolis dan Direksi Jawa Pos),, dan Sukoto (Redaktur Metropolis dan Direktur Memorandum, kini owner Pojok Kiri).
Yang belum bisa hadir adalah Imam Syafii (mantan Redaktur Metropolis, Direktur JTV, kini anggota DPRD Kota Surabaya). Karena kesibukan tugasnya sebagai anggota dewan.
Seperti yang telah diberitakan Selasa 21/5/2024, mereka diminta memberikan kesaksiannya atas kasus dugaan penggelapan saham karyawan Jawa Pos.
BACA JUGA: 10 Mantan Wartawan dan Karyawan Jawa Pos Akan Bersaksi di Polda Jatim
Apa yang ditanyakan penyidik Ditreskrimsus Polda Jatim?
"Penyidik Ditreskrimsus fokus pada dua masalah, " kata Surya Aka yang juga menjadi Ketua Yayasan Pena Jeoe Sejahtera itu.
Pertama, seputar pengambilalihan saham karyawan Jawa Pos yang diduga dilakukan oleh direksi JP.
Kedua, seputar pembayaran deviden Jawa Pos kepada para karyawan yang diduga terjadi pelanggaran hukum di dalamnya.
Surya Aka Syahnagra diperiksa pertama, sejak pukul 09.00 sampai pukul 11.00.
Dua masalah yang menjadi fokus penyidik tersebut dikemas dalam 6 pertanyaan:
1. Apakah saudara mengetahui terkait Yayasan Karyawan Jawa Pos dan kapan berdirinya (Yayasan Karyawan Jawa Pos berdiri tahun 1979, tapi dibubarkan tahun 2000)?
2. Apakah mengetahui 20 persen saham yang dihibahkan kepada Dahlan Iskan, alasannya apa?
BACA JUGA: Jeritan Hati Minar dan Harapannya kepada Bu Eric Samola
3. Apakah mengetahui saham 20 persen tersebut dijualbelikan oleh Dahlan Iskan kepada pemegang saham lainnya?
4. Apakah pernah mendapatkan deviden dari saham 20 persen tersebut?
5. Apakah mengetahui terkait akta van dading (dan dibentuklah yayasan karyawan yang baru, yaitu Yayasan Pena Jepe Sejahtera pada 2022)?
Dari kiri: Ali Murtadlo, Dhimam Abror Djuraid, dan Ganing Pertiwi. (FOTO: Muhammad Tanreha)
6. Apakah pernah mengikuti RUPS atau apakah mengetahui jumlah deviden saham yang dibagikan?
"Penyidik ingin mendalami proses pengambilalihan saham karyawan yang berbuntut pada tidak terbayarnya dividen karyawan sejak 2002. Penyidik ingin memastikan apakah ada pelanggaran hukum dalam proses pengambilalihan saham dan pembagian dividen saham,’’ ujar Bang Haji, sapaan akrab Surya Aka Syahnagra.
Pria yang juga pendiri Forsa (Fans of Rhoma & Soneta) Indonesia ini menambahkan bahwa penyidik menyampaikan bukti yang menyatakan bahwa para pelapor sudah menandatangani surat pernyataan bermaterei pada 2002. Dalam surat pernyataan tersebut dinyatakan bahwa karyawan bersedia untuk melepas saham 20 persennya kepada perusahaan.
BACA JUGA: Goenawan Mohamad Dkk Hadir di Polda Jatim, Ratna Dewi Segera Dipanggil Ulang
Harusnya pelepasan saham hanya bisa dilakukan oleh Yayasan karyawan. Karena saham karyawan bukan saham perorangan.
Begitu pula pembagian deviden hanya bisa dilakukan oleh Yayasan Karyawan. Padahal Yayasan Karyawan yang lama sudah dibubarkan pada tahun 2000 dan baru dibentuk Yayasan yang baru pada 2022.
"Para karyawan Jawa Pos tidak pernah menerima deviden sejak 2002 sampai sekarang," kata Surya Aka.
Selain itu juga disodorkan bukti tanda terima sejumlah uang kepada beberapa pelapor yang disebut sebagai kompensasi pelepasan saham karyawan sebesar 20 persen.
"Apa yang dimaksud sebagai kompensasi tersebut tidak jelas," kata Aka.
BACA JUGA: Soerijadi Berpesan: "Jangan Mencari Siapa yang Salah, tapi Capailah Titik Temu Pen-CAIR-an
Ada beberapa poin dalam surat pernyataan tersebut. Antara lain disebutkan bahwa karyawan tidak akan menuntut saham 20 persen yang sudah diserahkan kepada direksi. ‘’Kami menjelaskan kepada penyidik bahwa banyak kejanggalan dalam proses penandatanganan surat keterangan itu,’’ ungkap Aka yang suka tampil dengan model rambut dan dandanan ala Rhoma Irama.
Salah satu kejanggalannya adalah, proses keputusan pelepasan saham yang tidak dilakukan secara transparan, direksi terkesan mengintimidasi karyawan, dan tidak ada kejelasan dalam surat pernyataan itu kepada siapa saham karyawan akan diserahkan.
Dalam praktiknya terjadi jual beli saham karyawan di antara para pemegang saham. Ternyata saham karyawan itu dijual kepada para pemegang saham sehingga masing-masing pemegang saham mendapat bagian dari saham karyawan sesuai dengan jumlah persentase yang dibayar.
Dalam kesaksiannya, mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos, Dhimam Abror Djuraid, membantah telah menerima ‘’uang kompensasi saham’’ dari Jawa Pos.
BACA JUGA: Adukan Dahlan dan GM ke Makam Eric Samola
‘’Saya tidak menerima uang dari Jawa Pos yang disebut sebagai kompensasi saham. Direksi Jawa Pos tidak bisa menunjukkan bukti tanda terima saya,’’ tegas Abror.
Rupanya, direksi JP berupaya untuk memanipulasi tanda terima itu dengan menyebutnya sebagai kompensasi deviden. Padahal, uang tersebut merupakan pemberian pribadi Dahlan Iskan, Direktur Utama JP saat itu, kepada karyawan yang memasuki masa pensiun.
Dalam tanda terima itu dicantumkan bahwa uang itu merupakan ‘’pemberian terakhir dari Bapak Dahlan Iskan. ‘’Aneh dan lucu, masak ada kompensasi bunyinya pemberian terakhir dari Dahlan Iskan, harusnya kan dari Jawa Pos,’’ tambah Abror.
BACA JUGA: Dengan Hati yang Berat, Warisan Berkata: "Jika Masih Ruwet, Pak Dahlan Layak Dihukum"
Dua saksi lainnya, Ali Murtadlo dan Sukoto juga ditanyai hal yang sama oleh penyidik. Ali dan Sukoto juga menegaskan bahwa pelepasan saham karyawan Jawa Pos tidak melalui prosedur yang transparan.
Ditreskrimsus Polda Jatim menjadwalkan akan memanggil ulang Komisaris Utama Ratna Dewi Wonoatmodjo dan Dirut JP Holding Kristanto Indrawan. Namun, sampai hari ini keduanya belum hadir di Polda Jatim.
Sesuai jadwal, Senin 27/5/2025 akan menyusul dipanggil Arif Afandi (mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos), Yamin Hamid (Staf Legal Jawa Pos), Imron Mawardi (Redaktur Ekonomi Jawa Pos), Slamet Oerip Prihadi (mantan Redaktur Olahraga Jawa Pos), dan Zaenal Muttaqien (Direksi Jawa Pos).(*)