Banjir dan Ambisi sang Bupati

Banjir di Sukoharjo. (Foto: Ariyono Lestari/CoWasJP.Com)

COWASJP.COM – ockquote>

O L E H: Ariyono Lestari

-----------------------------------

MUSIM hujan di negeri ini nyaris identik dengan banjir. Contohnya adalah Jakarta. Setiap hujan mengguyur ibu kota lebih dari 3 jam saja, bisa dipastikan jalanan kota megapolitan itu bakal digenangi air setengah kaki.

Dan, kini, banjir tak hanya milil Jakarta, Surabaya pun sudah mulai "menikmatinya". Beberapa jalanan utama di Surabaya memang sudah sepuluh tahun silam dilanda banjir, tp tahun ini banjir mulai meluas ke perkampungan Surabaya.

Bahkan, kota kecil seperti Solo pun kini mulai "dikunjungi" air yg datangnya berombongan.

Bahkan, kota kabupaten semacam Sukoharjo yang jaraknya sekitar 12 km ke arah selatan Solo juga mulai dilanda banjir. Padahal, selama ini Sukoharjo tak pernah dilanda banjir, kecuali ketika waduk Gajahmungkur mengalami pendangkalan yang parah sehingga air meluber ke kawasan di sekitarnya.

Tapi, kini, ketika Sukoharjo di bawah kendali Bupati Wardoyo Widjaja, banjir seolah-olah diundang datang ke kota almarhum Lukminto mendirikan pabrik tekstil Sritex itu.

Musim penghujan saat ini bisa dipastikan merupakan musin paling mengkhawatirkan warga Sukoharjo, karena jalanannya bisa dipastikan bakal digenangi air yang cukup tinggi.

Banjir yang belakangan sering melanda Sukoharjo bukan tanpa sebab. Salah satunya adalah karena ambisi sang bupati untuk membuat kawasan City Walk di sepanjang jalan Soedirman, kawasan perkotaannya.

Bupati kader partai banteng mencereng itu membuat kawasan City Walk dengan menutup sungai di timur jalan Soedirman dengan beton. Sayangnya, ambisi yang sebenarnya baik itu dilakukannya sembarangan, tanpa koordinasi dengan Dinas PU maupun Dinas Aliran Subgai Bengawan Solo.

Tanpa izin kedua dinas itu, bupati langsung memerintahkan jajarannya untuk menutup aliran sungai itu dengan beton.

Betonisasi sungai sudah dilakukan, meski City Walk belum juga direalisasikan, tetapi kekawatiran masyarakat malah mendahului terjadi. Karena tak direncanakan dengan matang, air hujan yg biasanya lancar terbuang ke sungai akhirnya tersendat. Maka, terjadilah banjir di mana-mana. Pak bupatinya sih enak aja, rumahnya tidak terdampak banjir, tapi masyarakat yg jadi korban ambisinya. Apa perlu kita sematkan gelar untuk Wardoyo Widjaja sebagai bupati banjir? (*)

Berita-berita Lainnya CoWasJP.com Klik Di Sini

Pewarta :
Editor :
Sumber :

Komentar Anda